Minggu, 25 Desember 2011

Mitos Airawata

Dalam mitologi Hindu, Airawata (Sansekerta: ऐरावत; Airāvata) adalah nama seekor gajah putih, wahana Dewa Indra. Airawata merupakan putera dari Irawati, salah satu puteri Daksa. Dalam mitologi Hindu sering digambarkan bahwa Airawata ditunggangi oleh Indra yang membawa senjata Bajra, sambil membasmi makhluk jahat. Menurut mitologi Hindu, Airawata merupakan salah satu gajah penjaga alam semesta. Ia dianggap sebagai pemimpin para gajah.
Di Thailand, Airawata disebut Erawan (Thai: เอราวัณ). Erawan digambarkan sebagai gajah yang besar, memiliki tiga kepala, atau kadangkala jumlahnya 33. Kepala-kepala tersebut kadangkala digambarkan memiliki lebih dari dua gading. Beberapa patung menggambarkan Dewa Indra mengendarai Erawan.
gambarnya [spoiler=airawata]

Mitos Legenda Burung Jatayu

Jatayu (Sanskerta: जटायू,; Jatāyū) adalah tokoh protagonis dari wiracarita Ramayana, putera dari Sang Aruna dan keponakan dari Sang Garuda. Ia merupakan saudara Sempati. Ia adalah seekor burung yang melihat bagaimana Dewi Sita diculik oleh Rawana. Ia berusaha melawan tetapi kalah bertarung dan akhirnya mati. Tetapi ketika belum mati dan masih sekarat masih bisa melaporkan kepada Sri Rama bahwa Dewi Sita istrinya, diculik.

Tempat dimana Sri Rama menemukan Jatayu yang sedang sekarat dinamakan "Jatayumangalam", sekarang dikenal sebagai "Chadayamangalam", terletak di Distrik Kollam, Kerala. Batu besar di tempat tersebut dinamai "JatayuPara", diambil dari nama Jatayu. Tempat itu dimanfaatkan sebagai obyek wisata.


    Pertolongan Jatayu.


Ketika Sita menjerit-jerit karena dibawa kabur oleh Rawana, Jatayu yang sedang berada di dahan sebuah pohon mendengarnya. Ia melihat ke atas, dan tampak Rahwana terbang membawa Sita, puteri Prabu Janaka. Jatayu yang bersahabat dengan Raja Dasarata, merasa bertanggung jawab terhadap Sita yang merupakan istri putera sahabatnya, Sri Rama. Dengan jiwa ksatria meluap-luap dan berada di pihak yang benar, Jatayu tidak gentar untuk melawan Rawana. Ia menyerang Rahwana dengan segenap tenaganya. Namun Jatayu sudah renta. Ketika ia sedang berusaha menyelamatkan Sita dari Rahwana, sayapnya ditebas dengan pedang. Jatayu bernasib naas. Tubuhnya terjatuh ke tanah dan darahnya bercucuran.



Gugurnya Jatayu
Ketika Sang Rama dan Lakshmana sedang menelusuri hutan untuk mencari Dewi Sita, tampak oleh mereka darah berceceran. Setelah dicari asalnya, mereka menemukan seekor burung tanpa sayap sedang sekarat. Burung tersebut mengaku bernama Jatayu, yang berusaha menolong Dewi Sita karena diculik Rahwana. Namun usahanya tidak berhasil sehingga Dewi Sita dibawa kabur ke Alengka. Melihat keadaan Sang Jatayu yang sekarat, Sang Rama memberi hormat untuk yang terakhir kalinya. Tak lama kemudian Jatayu menghembuskan nafas terakhirnya.
Setelah Jatayu menghembuskan nafas terakhirnya, Sang Rama bersabda:
“ Hé Jatayu mahā dibya, wênang dharaka ring hurip, sangka ryasih ta mamitra, bapangku kalulut têmên, tumuluy têka ring putra, ah ō dibyanta hé kaga. Sêdêng tat mahurip nguni, bapangku mahurip hidêp, ri pêjah ta kunêng mangke, menyak uwuh-uwuh. (Kakawin Ramayana) ”
terjemahan:
“ Hai jatayu yang maha mulia, sungguh kuat dikau mempertahankan jiwa. Karena cinta kasihmu bersahabat terhadap ayahku lekat sekali, berkelanjutan sampai kepada aku, puteranya. Amatlah mulia wahai dikau burung perkasa. Tatkala engkau masih hidup tadi, ayahku kurasakan masih hidup, sekarang ketika engkau telah meninggal, sungguh bertambah sedih hatiku. ”
Setelah bersabda demikian, Sang Rama melakukan upacara pembakaran jenazah sederhana untuk Jatayu. Jenazahnya mendapat percikan tirtha oleh seorang yang "berjiwa suci" karena merupakan seorang titisan Wisnu.


Mitos Barong Vs Rangda




Barong adalah karakter dalam mitologi Bali. Ia adalah raja dari roh-roh serta melambangkan kebaikan. Ia merupakan musuh Rangda dalam mitologi Bali. Banas Pati Rajah adalah roh yang mendampingi seorang anak dalam hidupnya. Banas Pati Rajah dipercayai sebagai roh yang menggerakkan Barong. Sebagai roh pelindung, Barong sering ditampilkan sebagai seekor singa. Tarian tradisional di Bali yang menggambarkan pertempuran antara Barong dan Rangda sangatlah terkenal dan sering diperlihatkan sebagai atraksi wisata.
Barong singa adalah salah satu dari lima bentuk Barong. Di pulau Bali setiap bagian pulau Bali mempunyai roh pelindung untuk tanah dan hutannya masing-masing. Setiap Barong dari yang mewakili daerah tertentu digambarkan sebagai hewan yang berbeda. Ada babi hutan, harimau, ular atau naga, dan singa. Bentuk Barong sebagai singa sangatlah populer dan berasal dari Gianyar. Di sini terletak Ubud, yang merupakan tempat pariwisata yang terkenal. Dalam Calonarong atau tari-tarian Bali, Barong menggunakan ilmu gaibnya untuk mengalahkan Rangda.


Rangda adalah ratu dari para leak dalam mitologi Bali. Makhluk yang menakutkan ini diceritakan sering menculik dan memakan anak kecil serta memimpin pasukan nenek sihir jahat melawan Barong, yang merupakan simbol kekuatan baik.
Dalam mitologi Bali, Leak adalah penyihir jahat. Le artinya penyihir dan ak artinya jahat. Leak hanya bisa dilihat di malam hari oleh para dukun pemburu leak. Di siang hari ia tampak seperti manusia biasa, sedangkan pada malam hari ia berada di kuburan untuk mencari organ-organ dalam tubuh manusia yang digunakannya untuk membuat ramuan sihir. Ramuan sihir itu dapat mengubah bentuk leak menjadi seekor harimau, kera, babi atau menjadi seperti Rangda. Bila perlu ia juga dapat mengambil organ dari orang hidup.

Kepercayaan

Diceritakan juga bahwa Leak dapat berupa kepala manusia dengan organ-organ yang masih menggantung di kepala tersebut. Leak dikatakan dapat terbang untuk mencari wanita hamil, untuk kemudian menghisap darah bayi yang masih di kandungan. Ada tiga leak yang terkenal. Dua di antaranya perempuan dan satu laki-laki.
Menurut kepercayaan orang Bali, Leak adalah manusia biasa yang mempraktekkan sihir jahat dan membutuhkan darah embrio agar dapat hidup. Dikatakan juga bahwa Leak dapat mengubah diri menjadi babi atau bola api, sedangkan bentuk Leyak yang sesungguhnya memiliki lidah yang panjang dan gigi yang tajam. Beberapa orang mengatakan bahwa sihir Leak hanya berfungsi di pulau Bali, sehingga Leak hanya ditemukan di Bali.
Apabila seseorang menusuk leher Leak dari bawah ke arah kepala pada saat kepalanya terpisah dari tubuhnya, maka Leak tidak dapat bersatu kembali dengan tubuhnya. Jika kepala tersebut terpisah pada jangka waktu tertentu, maka Leak akan mati.
Topeng leak dengan gigi yang tajam dan lidah yang panjang juga kadang-kadang digunakan sebagai hiasan rumah.

Mitos penciptaan



sedangkan Bedawang atau Bedawang Nala adalah seekor penyu raksasa dalam mitologi Bali yang membawa seluruh dunia di punggungnya. Dalam mitologi kreasi dunia, ia merupakan perubahan dari Antaboga. Ia bersama dua ular naga mendukung dunia manusia. Jikalau ia bergerak maka akan terjadilah gempa dan letusan gunung berapi di atas bumi.
Etimologi

Bedawang berarti air mendidih
Nala berarti api
Bidawang (bahasa Banjar) berarti penyu sunga

Mitos Kala Rau

Kala Rau merupakan perwujudan setan dalam mitologi Bali. Setan ini hanya terbentuk dari sebuah kepala tanpa badan. Pada suatu ketika ia hendak minum air dari Tirta Amertha atau air kehidupan abadi, walau sesungguhnya air ini hanya diperuntukkan bagi para dewa-dewi. Dewi Ratih yang mengetahui hal itu memberitahukannya kepada Dewa Wisnu, yang kemudian melemparkan Cakranya dan memenggal kepala setan itu. Tetapi pada waktu itu juga kepala hingga di bagian leher telah menyentuh Tirta Amertha, sehingga dapat hidup abadi. Kepala itu kemudian hendak membalas dendam kepada Dewi Ratih dan mengejarnya di Kahyangan. Terkadang Dewi Ratih tertangkap dan menurut mitos ini terjadilah Gerhana Bulan

Mitos Keberadaan ''Bulan Pejeng''



Pura Penataran Sasih merupakan salah satu pura yang memiliki jejak sejarah yang sangat panjang. Pura kahyangan jagat yang terletak di Banjar Intaran, Desa Pejeng, Tampaksiring, Gianyar ini juga lebih banyak diketahui dari berbagai mitos yang ada. Salah satunya adalah ''bulan Pejeng'' di Pura Penataran Sasih. Nekara perunggu berukuran 186,5 cm ini ada yang dikaitkan dengan Kebo Iwa, seorang Mahapatih Kerajaan Bali Kuno sebagai subang (anting-anting), yang konon dikalahkan oleh Gajah Mada dengan taktik licik guna menguasai Bali. Selain itu, keberadaan nekara perunggu tersebut dikaitkan dengan mitos keberadaan ''bulan Pejeng'' tersebut dengan kisah kencing maling meguna.
Bendesa Jero Kuta, Pejeng, A.A. Gede Putra, S.H. yang sempat dihubungi beberapa waktu lalu juga tidak mau memaparkan berkenaan dengan adanya pura tersebut. Hal ini disebabkan oleh belum adanya data yang jelas berkaitan dengan keberadaan pura. Selain itu, untuk Pura Penataran Sasih hingga saat ini juga belum mempunyai purana.
Namun, dari beberapa referensi dan sumber yang ada menyebutkan bahwa Pura Penataran Sasih adalah pura tertua yang merupakan pusat kerajaan pada zaman Bali Kuno. Bahkan seorang arkeolog R. Goris dalam buku ''Keadaan Pura-pura di Bali'' juga menyebutkan bahwa pusat kerajaan pada zaman Bali Kuno terletak di Bedulu, Pejeng.
Pura Penataran Sasih juga merupakan pura penataran sekaligus sebagai pemujaan awal terjadinya kehidupan di dunia. Sedangkan jika berpijak dari hasil penelitian terhadap peninggalan benda-benda kuno di areal pura, maka diduga Pura Penataran Sasih telah ada sebelum pengaruh Hindu masuk ke Bali. Diperkirakan hal tersebut setara dengan zaman Dongson di negeri Cina, sekitar 300 tahun Sebelum Masehi. Sementara itu adanya Hindu masuk ke Bali diperkirakan sekitar abad ke-8.
Nekara perunggu yang terdapat di Pura Penataran Sasih mengandung nilai simbolis magis yang sangat tinggi. Pada nekara tersebut terdapat hiasan kodok muka sebagai sarana penghormatan pada leluhur sebagai pelindung. Dalam kaitannya ini simbolis magis tersebut berfungsi sebagai media untuk memohon hujan.
Di samping nekara perunggu, di Pura Penataran Sasih juga terdapat peninggalan berupa pecahan prasasti yang ditulis pada batu padas. Hanya tulisan yang mempergunakan bahasa Kawi dan Sansekerta itu tidak bisa dibaca karena termakan usia. Namun, dari hasil penelitian yang dilakukan, ada kemungkinan pecahan prasasti tersebut berasal dari abad ke-9 atau permulaan abad ke-10. Di Pura Penataran Sasih juga tersimpan pula beberapa peninggalan masa Hindu masuk ke Bali, seperti prasasti dari batu yang berlokasi di jeroan di bagian selatan. Prasasti tersebut berkarakter huruf dari abad ke-10. Di bagian jaba pura, di sebelah tenggara ada fragmen atau bekas bangunan memuat prasasti beraksara kediri kwadrat (segi empat) yang menyebutkan Parad Sang Hyang Dharma yang artinya bangunan suci.
Pura Penataran Sasih sendiri terdiri atas lima palebaan, meliputi Pura Penataran Sasih sebagai pura induk. Bagian utara terdapat Pura Taman Sari, Pura Ratu Pasek, dan Pura Bale Agung. Sedangkan untuk bagian selatan terdapat Pura Ibu. Untuk areal Pura Penataran Sasih terutama di jeroan terdapat beberapa pelinggih. Dari pintu masuk, pada sisi jaba tengah terdapat bangunan Padma Kurung sebagai tempat penyimpenan Sang Hyang Jaran.
Deretan bagian timur terdapat bangunan pengaruman yang biasanya difungsikan sebagai tempat menstanakan simbol-simbol Ida Batara dari Pura Kahyangan Tiga di seluruh Pejeng. Pada bagian utara balai pengaruman terdapat pelinggih Ratu Sasih. Di samping itu, ada pula pesimpangan Ida Batara Gana dan gedong pasimpangan Ida Batara Brahma di deret selatan. Sementara itu, pada bagian utara terdapat gedong pasimpangan Batara Wisnu, dan di bagian barat terdapat gedong pasimpangan Batara Mahadewa.
Untuk piodalan di Pura Penataran Sasih terbagi dalam dua bagian. Tiap 210 hari tepatnya Redite Umanis, wuku Langkir, berlangsung upacara yang dinamakan upacara panyelah yang berlangsung selama tiga hari. Sedangkan untuk karya agung berlangsung pada purnama kesanga, nemu pasah.
Tarian Sang Hyang Jaran
Di samping sebagai pura yang menyimpan benda-benda purbakala, Pura Penataran Sasih juga terkenal dengan tarian sakralnya yakni tarian Sang Hyang Jaran. Tarian tersebut dipentaskan bilamana di Pura Penataran Sasih diselenggarakan upacara besar seperti upacara ngenteg linggih dan caru balik sumpah.
Tarian ini biasanya dibawakan oleh empat orang penari. Bahkan, untuk penarinya ini bukanlah orang sembarangan. Untuk penari biasanya akan hadir beberapa waktu sebelum tarian tersebut dipentaskan. Kehadirannya tersebut terjadi secara mendadak atas petunjuk sesuhunan. Orang tersebut akan tiba-tiba karauhan (kesurupan). Orang yang karauhan tersebut bisa saja warga dari luar daerah Pejeng.

Mitos Sperma Orang Bali



Ada kecenderungan akhir-akhir ini para turis asing wanita lebih suka mendekati pemuda asli Bali. Menurut cerita Aryana (nama samaran), berdasar pengalamannya beberapa tahun menjadi anak pantai, para turis asing wanita itu menilai pemuda Bali lebih keren. Misalnya, dari segi fisik, pemuda asli Bali dianggap lebih eksotis. Selain itu, mereka merasa akan beruntung jika berhubungan dekat dengan orang-orang Bali. "Ini biasanya untuk turis yang sudah beberapa kali datang ke sini," ucap Aryana. 
 Sekitar tiga bulan lalu, Aryana berkencan dengan seorang wanita asal Jepang, sebut saja Hirako. Saat kali pertama bertemu dengannya, Hirako benar-benar ingin memastikan bahwa Aryana adalah pemuda asli Bali. Wanita asal Tokyo tersebut terus mengorek apakah Aryana benar-benar asli Bali. Karena dengan mudah membuktikan itu, Aryana akhirnya dipercaya. 
 Kemudian turis Jepang itu mengatakan bahwa dirinya hanya ingin berkencan dengan laki-laki Bali. Sebab, beberapa kali dia tertipu oleh anak pantai yang mengaku asli Bali tapi ternyata tidak. "Dia percaya bahwa sperma orang Bali itu bisa membuat mereka beruntung," ucap Aryana. Namun, Hirako tak bisa menjelaskan secara spesifik tentang keyakinan itu. "Yang penting, saya bisa dekat dan dapat untung banyak, ya sudah," imbuh pemuda tersebut. 
  Mungkin karena alasan itulah, kini banyak anak pantai luar Bali yang meng-create modus mereka untuk memangsa turis asing. Salah satunya, mereka berlogat Bali ketika mendekati sasarannya. Nama-nama khas Bali seperti Made, Wayan, Gusti, dan Ketut juga digunakan saat pertama mereka berkenalan dengan cewek incaran. "Toh, dari luar juga sulit membedakannya," katanya. 
  Selain itu, agar bisa lebih memikat, kelompok luar Bali bercerita tentang kebudayaan Bali kepada para turis. Tentu saja itu merupakan cara mereka agar lebih dipercaya sebagai warga lokal Pulau Dewata. Namun, kata Aryana, itu sepotong-potong saja.    
 Yang membedakan anak pantai lokal dengan anak pantai dari luar Bali juga bisa dilihat dari tujuan akhirnya. Pria gondrong tersebut mengatakan, mayoritas pemuda Bali mengincar kekayaan tamunya dalam jangka panjang. Caranya, merayu agar teman atau pacarnya itu menanamkan investasi di Bali. Misalnya, membeli tanah, vila, dan membuka toko. 
 "Tapi, saya belum pernah berhasil," ujarnya lalu tertawa. Dulu dia pernah membujuk seorang pacarnya dari Jerman agar membeli sebuah vila di kawasan Seminyak. "Jadi, kalau kamu ke sini nggak usah cari hotel. Saya bisa menguruskan semuanya," rayunya saat itu. 
  Memang, usaha tersebut tidak mudah dan tak semua bisa berhasil menerapkan jurus itu. Mengingat, berinvestasi di Bali membutuhkan dana yang mahal. "Tapi, juga banyak yang sukses lho," imbuhnya.
 Pernyataan itu dibenarkan Made Irawan atau yang akrab disapa Piping. Pria asal Denpasar pemilik majalah komunitas  selancar Magic Wave itu menyatakan, di kawasan Kuta dan sekitarnya banyak sekali pemuda lokal sukses lantaran berkolaborasi dengan teman-temannya yang awalnya turis asing. "Lebih dari 50 persen tempat usaha di sana milik orang lokal," imbuhnya.